Langsung ke konten utama

Green Hospital: Berbagai Pilihan Strategi dan Inisiatif “Hijau” untuk Rumah Sakit


Berdasarkan penelitian Takata (2011), rumah sakit memproduksi emisi GHG (green house gas)  2,5 kali lebih besar dan menggunakan energi jauh lebih banyak dibandingkan dengan bangunan komersial biasa. Banyak RS yang karena tekanan lingkungan maupun faktor lain, kemudian mencoba menerapkan strategi green hospital. Bagaimana sesungguhnya strategi green hospital itu? Apa saja alternatif green initiatives yang dapat dilakukan oleh RS? Benarkah green initiatives dapat mengurangi cost pelayanan di RS?
Menurut WHO dan HCWH (Health Care Without Harm), 2009, setidaknya ada tiga co-benefits dalam mengurangi carbon-footprint di sektor kesehatan, yaitu dari sisi kesehatan, ekonomi dan sosial. Dari sisi kesehatan, jika polusi udara dan air dapat dikurangi maka kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan. Dari sisi ekonomi, ada banyak uang yang bisa dihemat dengan menghemat penggunaan energi. Dari sisi sosial, tenaga kesehatan dapat bertindak sebagai agent of change di masyarakat dan mempengaruhi mereka untuk mengubah perilaku dalam penggunaan energi. Lebih jauh, WHO dan HCWH merekomendasikan tujuh peluang tindakan yang dapat dilakukan oleh RS dalam menurunkan tingkatcarbon-footprint, yaitu: efisiensi energi, membangun lingkungan, menggunakan sumber energi alternatif, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan sampah, air dan makanan. Sebagian tindakan diatas cenderung mudah dilakukan dan relatif murah. Namun sebagian lain membutuhkan biaya besar sehingga menimbulkan pertanyaan: benarkah strategi green dapat menghemat pengeluaran?
Yang menarik adalah adanya hasil penelitian yang menyatakan bahwa RS yang beroperasi di lingkungan yang kompetitif (diserahkan pada mekanisme pasar seperti di USA), akan lebih mudah menerapkan inisiatif hemat energi dibandingkan RS yang beroperasi di lingkungan yang kurang kompetitif (misalnya di wilayah dimana seluruh RS didanai dengan dana publik, seperti di UK dan Canada). Setidaknya ada tiga faktor yang dapat memotivasi RS untuk menerapkan strategi ramah lingkungan (go-green), yaitu kompetisi, legitimasi (regulasi) dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Namun sayangnya dibutuhkan investasi yang besar untuk menghasilkan proses yang ramah lingkungan.
Orsato dalam bukunya “Competitive Environmental Strategy: When does it Pay to be Green?” menerangkan ada empat strategi generik untuk lingkungan yang kompetitif, sebagaimana digambarkan pada matriks berikut.

Competitive Advantage
Lower Cost
Strategi I:Eco-Efficiency
Strategy IV:Environmental Cost Leadership
Differentiation
Strategy II:Beyond Compliance Leadership
Strategy III:Eco-Branding
Organizational Process
Product and Service
Competitive Focus

Prinsip dari strategi eco-efficiency adalah mengurangi biaya sembari mengurangi dampak (negatif) terhadap lingkungan. Pada strategi ini, RS dapat meningkatkan produktivitasnya dengan memanfaatkan (recycle) sampah. Ini tepat diterapkan pada lingkungan, dimana pengguna (pasien dan keluarganya) tidak siap dikenaicharge tambahan untuk upaya melindungi lingkungan.
Jika RS percaya bahwa ia dapat berinvestasi dalam inisiatif (untuk menyelamatkan) lingkungan dan mempublikasikan upaya-upaya ini untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, maka RS dikatakan menerapkan strategibeyond compliance strategy. Strategi ini dapat mempengaruhi perilaku pengguna, khususnya bila strategi ini berdampak pada citra RS.
Diferensiasi pada eco-branding bisa dilakukan dengan syarat: pengguna bersedia membayar biaya tambahan untuk produk yang ramah lingkungan (misalnya pasien dikenai charge tambahan jika memilih plastik biodegradableuntuk membawa obat-obatan), pengguna harus memiliki akses terhadap informasi terkait dengan “keramahan” produk terhadap lingkungan, pesaing harus sulit meniru diferensiasi ini. Menjadi green hospital sekaligus menekan biaya menjadi hal yang kompleks.
Environmental cost leadership strategy dapat diterapkan oleh RS pada lingkungan yang matang dan jenuh, dimana industri kesehatan ditekan untuk mengurangi biaya, menambahkan benefit seperti menjadi “lebih hijau”.
RS swasta tampaknya lebih potensial untuk menerapkan salah satu dari keempat strategi di atas, sedangkan RS pemerintah, ada cukup bukti bahwa strategi mengurangi biaya melalui eco-efficiency lebih menarik.
Beberapa istilah yang perlu dipahami dalam konsep ini dijelaskan sebagai berikut. Global warming adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan pada suhu atmosfer secara terus menerus dan stabil. Terminologi ramah lingkungan mengacu pada setiap bentuk hukum, kebijakan, jasa atau produk yang “do minimal harm to the environment”. Jadi, “green health careatau green hospital” berarti layanan kesehatan atau rumah sakit yang ramah lingkungan. Green initiatives adalah aktivitas atau program atau proyek yang dilakukan oleh individu atau organisasi untuk mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia.
Menurut Volschenk (2011), ada tiga tahapan yang dapat dilakukan oleh organisasi dalam mengimplementasikan energy-saving initiatives yaitu: 1) mempromosikan perubahan perilaku (misalnya memadamkan lampu dan peralatan elektronik saat tidak digunakan), 2) inisiatif untuk mengefisienkan penggunaan energi (misalnya peralatan pemanas air yang lebih efisien atau menggunakan lampu hemat energi) dan 3) menggunakan sumber energi alternatif (offset).
Ada satu contoh rumah sakit yang menunjukkan komitmen nyata untuk menerapkan green initiatives, yaitu Gundersen Lutheran Hospital di Wisconsin, AS. RS ini menetapkan target yang agresif untuk memenuhi 100% kebutuhan energinya secara mandiri di tahun 2014. Untuk itu, RS ini mengembangkan sebuah master plan untuk beralih dari energi yang menggunakan bahan bakar fosil ke energi yang terbaharukan. RS ini menghabiskan USD6 juta untuk energi dan jumlah ini meningkat USD 350ribu per tahun. Dengan margin operasi sebesar 4% per tahun, RS ini harus meningkatkan pendapatan sebesar USD150 juta per tahun (150 juta x 4% = 6 juta) agar dapat membiayai pengeluaran untuk energi tersebut. Jika pendapatan RS ini konstan namun dapat menghemat pengeluaran untuk energi sebesar USD6 juta, itu sama artinya dengan meningkatnya pendapatan RS sebesar USD150 juta.
Dalam hal ini, Gundersen Lutheran Hospital menerapkan tiga strategi berbeda sekaligus, yaitu 1) eco-efficient strategy (mengurangi biaya dengan menghemat energi dan mengunakan sumber energi alternatif), 2) beyond compliance leadership (mempromosikan green initiatives secara luas) dan 3) kombinasi darieco-branding dan environmental cost leadership (melalui valuenya: “akan menggunakan program-program envisioning kami sebagai alat untuk mengurangi biaya pelayanan bagi pasien”).

Studi di USA dan Kanada menunjukkan bahwa motivasi rumah sakit dalam melaksanakan green initiatives adalah untuk menghemat biaya. Namun ada hambatan terbesar yaitu ketersediaan modal dan sumber daya . Oleh karena itu, proyek yang memiliki payback periode lebih pendek plebih disukai, meskipun proyek dengan payback periode lebih panjang berdampak pada penghematan biaya yang lebih besar. (pea)
Sumber: Green Initiatives in Hospitals in Ontario: Is There a Business Case?, Julius Ückermann, Stellenbosch University, 2011.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selayang Pandang Mengenai Rumah Sakit Respira Jogja

Selamat pagi, Sugeng enjang masyarakat Yogya dan sekitarnya, ada kabar gembira bahwa sekarang telah resmi dibuka rumah sakit khusus paru pertama di Yogyakarta yaitu Rumah Sakit paru "RESPIRA”. Dilihat dari namanya 'RESPIRA" berasal dari kata respiratory yang berarti pernapasan, jadi rumah sakit ini memang di khususkan untuk menjadi rujukan dalam penanganan penyakit paru dan pernapasan spesialistik dan komprehensif. Rumah Sakit Paru Respira bukanlah layanan kesehatan paru yang baru bagi masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, tetapi rumah sakit ini merupakan perkembangan dari Balai Pengobatan penyakit paru-paru (BP4) Unit Bantul Yogyakarta, yang lebih dikenal dengan sebutan Samalo palbapang. Rumah sakit ini berlokasi di Jl. Panembahan senopati palbapang No.4 Bantul, sekitar 12 km arah Selatan Kota Yogyakarta. Sejarah BP4 Yogyakarta Awal berdirinya tahun 1950, BP4 Yogyakarta bernama Lembaga Pemberantasan Penyakit Paru-Paru (LP4) Kementerian Kesehatan Rl, yang mempunyai tuga

Desinfeksi dan Sterilisasi Rumah Sakit

A. Pengertian Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit 31 / 50 1. Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan/atau menghilangkan kontaminasi oleh mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi. 2. Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikroorganisme patogen penyebab penyakit (tidak termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi. 3. Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan cara fisik dan kimiawi. B. Persyaratan 1. Suhu pada disinfeksi secara fisik dengan air panas untuk peralatan sanitasi 80° C dalam waktu 45-60 detik, sedangkan untuk peralatan memasak 80° C dalam waktu 1 menit. 2. Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan maupun orang, disinfektan mempunyai efek sebagai deterjen dan efektif dalam waktu yang relatif singkat, tidak terpengaruh oleh kesadahan air atau keberadaan sabun dan protein yang mu

Pelayanan Rumah Sakit Paru Respira